Suarantt.id, Kupang-Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mendesak penegakan hukum maksimal terhadap mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman, yang diduga terlibat dalam pencabulan anak di bawah umur, penyebaran video asusila melalui situs porno Australia, serta penyalahgunaan narkoba.
Ketua KPPI NTT, Ana Waha Kolin, didampingi Sekretaris Maria Margareta Bhubhu dan pengurus lainnya, menyampaikan pernyataan sikap mereka dalam audiensi dengan Komisi V DPRD NTT. Mereka diterima oleh Wakil Ketua Komisi V DPRD NTT, Winston Rondo dan Agustinus Nahak, serta anggota lainnya.
Kronologi Kasus
Kasus ini terungkap setelah otoritas Australia menemukan video pelecehan seksual terhadap tiga anak, masing-masing berusia 14 tahun, 12 tahun, dan seorang balita berusia tiga tahun. Video tersebut diunggah dari Kota Kupang, NTT, dan ditemukan di situs porno Australia pada pertengahan 2024.
Pemerintah Australia kemudian melaporkan temuan ini ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Indonesia, yang meneruskannya ke Polda NTT dan Mabes Polri. Pada 20 Februari 2025, AKBP Fajar ditangkap oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri di Kupang. Selain dugaan pencabulan, hasil tes juga menunjukkan keterlibatannya dalam penyalahgunaan narkoba.
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Kupang telah memberikan pendampingan terhadap para korban yang mengalami trauma berat. Plt. Kepala DP3A Kota Kupang, Imelda Manafe, menyatakan bahwa pendampingan telah berlangsung selama 20 hari untuk membantu pemulihan para korban.
Desakan KPPI NTT
Mengingat kejahatan yang dilakukan pelaku, KPPI NTT menuntut agar AKBP Fajar dijerat dengan sejumlah pasal berat, di antaranya:
Undang-Undang No. 21 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, karena kejahatan dilakukan secara terorganisir dan mengarah pada eksploitasi ekonomi korban.
Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), yang menjamin hak setiap orang untuk bebas dari kekerasan dan perlakuan yang merendahkan martabat manusia.
Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang melarang peredaran konten asusila.
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang mengatur pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkoba.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, KPPI NTT menuntut:
Hukuman maksimal bagi pelaku, mengingat dampak traumatis yang dialami para korban.
Pemanggilan Kapolda NTT oleh DPRD Provinsi untuk memberikan penjelasan terkait penanganan kasus ini, serta dugaan penggunaan narkoba oleh aparat kepolisian di Polda NTT dan Polres Ngada.
Pengungkapan jaringan perdagangan orang di NTT, termasuk perdagangan anak, dan memastikan semua pihak yang terlibat diproses hukum.
Percepatan pelimpahan berkas pelaku ke kejaksaan, agar hukuman maksimal segera dijatuhkan.
Penyediaan fasilitas dan ruang aman bagi korban yang saat ini mendapatkan pendampingan dari DP3A Kota Kupang.
Reaksi DPRD NTT
Komisi V DPRD NTT mengutuk keras tindakan keji yang dilakukan AKBP Fajar. Beberapa anggota bahkan menyarankan agar pelaku tidak hanya dipecat dan dihukum berat, tetapi juga diberikan hukuman tambahan seperti kebiri kimia untuk memberikan efek jera.
“Perbuatan ini sangat tidak manusiawi. Kita harus memastikan tidak ada lagi Fajar-Fajar lainnya di Indonesia, khususnya di NTT,” ujar salah satu anggota DPRD dalam audiensi tersebut pada Rabu, 12 Maret 2025.
KPPI NTT berharap penanganan kasus ini dilakukan secara transparan dan adil, serta menjadi momentum untuk memperbaiki sistem perlindungan anak di NTT. ***