Menuju Surga, Lewat Neraka

oleh -151 Dilihat
Eddy Ngganggus. (Foto Istimewa)

Oleh: Eddy Ngganggus

Sesama Gajah Bertarung, Pelanduk Jadi Korban

Ketika dua gajah bertarung, yang mati di tengah-tengah adalah pelanduk. Peribahasa lama ini tetap relevan, terutama saat friksi di kalangan elite semakin memanas. Rakyat kecil, yang seharusnya menjadi prioritas dalam setiap kebijakan, justru sering menjadi korban dari pertarungan kepentingan para pemimpin.

Bukankah dalam bernegara, yang utama adalah membangun sinergi, bukan sekadar memenangkan perdebatan politik? Namun, yang sering terjadi justru sebaliknya—pertarungan kepentingan yang mempertajam perbedaan, mengabaikan kelemahan kubu sendiri, dan menolak melihat sisi benar dari pihak lain.

Sudah saatnya kita menggeser paradigma. Alih-alih memperkeruh keadaan dengan saling serang, lebih baik kita mendorong para elite untuk duduk satu meja, mencari solusi bersama. Kita butuh pemimpin yang memikirkan kepentingan rakyat, bukan yang hanya sibuk mempertahankan ego masing-masing.

Via Dolorosa

Ada fenomena yang kerap kita saksikan: sebagian orang begitu bernafsu menyanjung tokoh pujaannya, menganggap pihaknya selalu benar, sementara yang lain sepenuhnya salah. Semua demi simpati dan perkenan. Hal seperti ini bisa dimaklumi, namun saat ini, kita harus lebih bijak.

Saat ini, negara kita sedang mengalami krisis cinta kasih. Krisis yang tak bisa dipulihkan hanya dengan uang, jabatan, atau sanjungan. Pemulihannya membutuhkan perjalanan yang berat—via dolorosa, jalan penderitaan. Jalan ini menuntut pengorbanan, kesediaan untuk memikul beban yang lebih dari sekadar materi.

Namun, siapa yang bersedia melaluinya? Apakah kita yang sibuk berdiskusi di WhatsApp Group, di kedai kopi, di gedung-gedung mewah, di stasiun televisi, di podcast? Ataukah hanya sekadar wacana yang tak pernah benar-benar dihayati?

Berbeda perspektif saat bertengkar melawan penjajah dengan saat bertengkar dalam kemerdekaan. Jika dulu kita bersatu untuk merebut kemerdekaan, kini kita justru mengusiknya dengan konflik kepentingan. Mungkin kita perlu merenungkan ini:

BACA JUGA:  Tiga Hal Penting yang Terlewati dari Laporan RUPS Bank NTT

“Ketika kita bertengkar dan aku memasang tembok, aku ingin kamu memanjatnya dan menunjukkan kepadaku bahwa kamu masih peduli.”

Kita sedang mengisi kemerdekaan, bukan mengusiknya. Maka, mari saling memanjat tembok ego, tembok harga diri, untuk menemui mereka yang berbeda pandangan. Ini bukan tugas yang mudah. Butuh energi ekstra besar. Tapi memang begitu, kadang jalan menuju surga harus melewati neraka. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.