Rabies Ancam Kesehatan dan Ekonomi NTT, Pentingnya Pendekatan One Health-One Welfare dalam Penanggulangan

oleh -700 Dilihat
Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Peternakan NTT, drh. Melki Angsar Paparkan Materinya. (Foto Hiro)

Suarantt.id, Kupang-Virus rabies di Nusa Tenggara Timur (NTT) masih menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat dan hewan. Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Peternakan NTT, drh. Melki Angsar, menegaskan bahwa virus rabies bukan hanya ditularkan melalui gigitan anjing, namun juga melalui air liur atau “lisa virus”, yang bisa menyebar lewat jilatan anjing yang sudah terinfeksi.

“Jangan percaya diri bahwa anjing peliharaan aman dari virus. Sekalipun jinak, jika terinfeksi, lewat jilatannya pun virus bisa menyebar. Virus ini menyerang saraf otak dan dalam waktu satu bulan bisa menyebabkan kematian,” ujar drh. Melki dalam Workshop Peningkatan Kapasitas Media terkait Program Rabies and Animal Welfare (RAW NTT) di Hotel Harper Kupang pada Kamis (15/5/25).

Data menunjukkan sekitar 58 persen kasus rabies di NTT berasal dari gigitan anjing. Anak-anak menjadi kelompok paling rentan karena sering bermain dengan anjing tanpa pengawasan. Perubahan perilaku pada anjing rabies meliputi kegelisahan, takut suara dan cahaya, serta agresif terhadap manusia.

“Anjing rabies bisa menggigit lebih dari satu orang dalam sehari dan terus menyerang jika dilawan. Jika digigit, harus segera dicuci dengan deterjen di air mengalir selama 15 menit dan segera ke rumah sakit,” tambahnya.

NTT masih berada dalam status Kejadian Luar Biasa (KLB) rabies yang ditetapkan sejak 2023. Tahun 2023 tercatat 20.705 kasus gigitan hewan penular rabies (GHPR) dan 35 kematian. Angka ini meningkat pada 2024 menjadi 30.046 GHPR dengan 46 kematian. Hingga Mei 2025, telah tercatat 2.149 kasus GHPR dan 10 kematian.

Kepedulian dari kepala daerah hingga kepala desa sangat diperlukan. Vaksinasi hewan peliharaan menjadi langkah penting. “Baru 60 ekor anjing yang divaksin pada tahap pertama tahun ini. Tahap kedua akan menyasar 180 ekor pada September mendatang,” kata drh. Melki.

BACA JUGA:  Gubernur Melki Tekankan Kedisiplinan ASN, Soroti Kasus HIV/AIDS dan Pengelolaan PAD

Selain kesehatan, rabies berdampak besar pada ekonomi, terutama sektor pariwisata. Wisatawan cenderung menghindari daerah dengan risiko rabies tinggi, yang dapat menyebabkan penurunan pendapatan masyarakat lokal. Ancaman rabies tidak hanya terbatas pada anjing dan kucing, tapi juga hewan ternak. Di Bali pada 2023, terdapat kasus sapi yang terinfeksi rabies.

NTT, dengan populasi sapi potong lebih dari 1,1 juta ekor, berpotensi mengalami kerugian ekonomi besar jika rabies menyerang ternak.

Isu rabies di NTT menuntut pendekatan holistik melalui konsep One Health One Welfare, yang mengaitkan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan secara terintegrasi. Pendekatan ini terbukti efektif dalam mengurangi penularan rabies, melalui vaksinasi massal, edukasi publik, dan pengelolaan populasi anjing yang humanis.

Praktik eliminasi massal dan perdagangan daging anjing justru kontraproduktif karena memperburuk stabilitas populasi anjing dan menyulitkan cakupan vaksinasi. WHO dan WOAH menekankan bahwa vaksinasi 70% populasi anjing, bukan pemusnahan, adalah kunci eliminasi rabies.

Selain itu, pengawasan ketat terhadap peredaran daging anjing telah ditegaskan dalam berbagai regulasi nasional, termasuk Surat Edaran Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan No. 9874/SE/PK.420/F/09/2018.

Workshop ini terselenggara atas kerja sama antara Yayasan JAAN Domestic Foundation dan Dinas Peternakan Provinsi NTT, bertujuan memperkuat peran media dalam mendukung edukasi dan penyebaran informasi mengenai rabies serta prinsip-prinsip kesejahteraan hewan.

Dengan sinergi lintas sektor dan kolaborasi komunitas, diharapkan rabies dapat dikendalikan secara efektif, beretika, dan berkelanjutan di Provinsi NTT. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.