Gubernur NTT Diminta Bertanggung Jawab atas Pensiun Sepihak Guru di Rote Ndao

oleh -439 Dilihat
Ketua PGRI NTT, Samuel Haning Pose Bersama Margarita Lusi di Ruang Kerjanya. (Foto Hiro)

Suarantt.id, Kupang-Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Samuel Haning, dengan tegas meminta Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena bertanggung jawab atas keputusan pensiun sepihak yang menimpa seorang guru asal Kabupaten Rote Ndao, Margarita Lusi.

Margarita, yang telah bertahun-tahun mengabdi di SMA Negeri 1 Rote Barat, secara tiba-tiba kehilangan haknya sebagai pendidik tanpa proses yang jelas. Ia baru menyadari tidak lagi menerima gaji sejak 1 Februari 2025, tanpa ada surat pemberitahuan resmi. SK pensiunnya sendiri baru diketahui ditandatangani oleh Gubernur Melkiades Laka Lena pada Maret 2025, yang dinilai cacat administrasi.

Samuel Haning mengecam keputusan tersebut sebagai bentuk pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pejabat tata usaha negara.

“Gubernur NTT harus bertanggung jawab. Ini jelas perbuatan melawan hukum,” tegasnya kepada wartawan di ruang kerjanya pada Selasa (18/3/25).

Ia menambahkan bahwa SK pensiun yang diterbitkan tidak sah karena seharusnya ditandatangani oleh pejabat sebelumnya. Menurutnya, kesalahan dalam administrasi birokrasi seperti ini berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum bagi pihak yang berwenang.

“Setiap pejabat harus memahami administrasi dan asas hukum pemerintahan yang baik. Jika salah dalam menerbitkan surat keputusan, maka mereka harus menanggung akibatnya,” lanjut Samuel.

Sebagai Ketua PGRI NTT, ia menegaskan akan berdiri di garis depan untuk membela hak para guru yang merasa dizolimi.

“Siapapun yang menindas hak guru, saya akan lawan,” katanya dengan penuh ketegasan.

Margarita Lusi: Kehilangan Hak Tanpa Pemberitahuan

Kasus ini bermula ketika Margarita menyadari namanya tidak lagi tercantum dalam daftar gaji sejak akhir Januari 2025. Tidak ada surat resmi, tidak ada pemberitahuan, dan tidak ada sosialisasi mengenai masa persiapan pensiun yang seharusnya ia jalani.

BACA JUGA:  Kejati NTT Luncurkan Klinik Hukum, Buka Ruang Konsultasi Gratis bagi Masyarakat

Saat mencoba mengonfirmasi ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT, Margarita justru mendapatkan jawaban yang mengejutkan.

“Saya dipensiunkan karena bukan guru fungsional,” ujarnya dengan suara bergetar.

Padahal, sejak awal menerima SK 100 persen, ia mendapat informasi bahwa status fungsionalnya sudah melekat dengan SK kenaikan pangkat. Namun, tidak ada pemberitahuan lebih lanjut mengenai perubahan status atau ketentuan pensiunnya.

Yang lebih menyulitkan, Margarita masih memiliki pinjaman bank sebesar Rp118 juta dengan cicilan bulanan Rp1,7 juta. Tanpa gaji, ia kini menghadapi kesulitan finansial yang berat.

Dengan penuh harap, Margarita menyeberangi lautan demi mencari keadilan. Pada Senin (17/3/25), ia datang ke Kantor Gubernur NTT dan mengadukan nasibnya melalui MeJa Rakyat (Melki-Johni Melayani Rakyat), wadah pengaduan masyarakat.

“Saya ini seorang guru, bukan penjahat. Mengapa saya tidak pernah diberi tahu akan pensiun? Saya mohon, Pak Melki, dengarlah pengaduan saya,” katanya dengan mata berkaca-kaca.

Kini, Margarita hanya berharap agar pemerintah, khususnya Gubernur dan Wakil Gubernur NTT, mau mendengar jeritan hatinya.

“Saya hanya ingin keadilan,” tutupnya. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.