Suarantt.id, Kupang-Orang Muda Katolik (OMK) diajak untuk memperbarui harapan dan memahami diri sebagai peziarah dalam perjalanan hidup mereka. Hal ini menjadi inti dari kegiatan Peningkatan Kapasitas Iman Orang Muda Katolik 2025 yang berlangsung di Paroki St. Fransiskus Asisi BTN Kolhua, Kota Kupang, selama dua hari, 17-18 Februari 2025.
Dalam sesi yang dibawakan oleh Maria Imaculata M.A. Lio Dando, M.Psi., Psikolog, para peserta diajak untuk memahami perjalanan hidup mereka sebagai sebuah peziarahan spiritual. Ia menekankan bahwa keseimbangan antara iman, kesehatan mental, dan kesejahteraan emosional sangat penting dalam menghadapi tantangan zaman.
Tantangan Orang Muda: Krisis Identitas dan Kesehatan Mental
Maria menjelaskan bahwa krisis identitas, pencarian makna hidup, serta pengaruh teknologi dan media sosial menjadi tantangan utama bagi generasi muda saat ini. Berdasarkan data Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey (INAMHS) 2022, sebanyak 15,5 juta remaja Indonesia (34,9 persen) mengalami masalah kesehatan mental dalam 12 bulan terakhir, sementara 2,45 juta remaja (5,5 persen) memiliki gangguan mental yang lebih serius.
Di Nusa Tenggara Timur (NTT), masalah ini juga cukup memprihatinkan. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2022, terdapat 10.478 kasus gangguan jiwa di 22 kabupaten/kota di NTT, dengan 9.540 kasus di antaranya termasuk gangguan jiwa berat seperti skizofrenia, depresi berat, dan gangguan bipolar.
“Tantangan seperti stres, kecemasan, dan tekanan sosial sering kali membuat orang muda kehilangan arah. Oleh karena itu, penting bagi mereka untuk memahami diri, membangun ketahanan mental, dan memiliki pegangan spiritual yang kuat,” jelas Maria.
Refleksi dan Solusi: Membangun Ketahanan Mental dan Spiritual
Maria mengajak para peserta untuk melakukan refleksi diri dan meluangkan waktu untuk memahami kebutuhan serta kemampuan mereka. Beberapa solusi yang ia tawarkan meliputi:
- Mengelola penggunaan media sosial dan teknologi secara kritis agar tidak berdampak negatif pada kesejahteraan mental.
- Membangun relasi yang lebih bermakna dengan keluarga, sahabat, dan komunitas iman.
- Mengelola stres dengan metode self-care seperti meditasi, olahraga, dan kegiatan yang membawa ketenangan jiwa.
- Mencari bantuan profesional jika mengalami gangguan psikologis yang mengganggu aktivitas sehari-hari.
“Kesehatan mental yang baik memungkinkan seseorang untuk mengatasi stres, mengenali potensi diri, serta tetap produktif dan berkontribusi dalam masyarakat. Sebaliknya, tanpa keseimbangan mental dan spiritual, seseorang lebih rentan mengalami tekanan hidup yang berujung pada gangguan psikologis,” tambahnya.
Memahami Diri Sebagai Peziarah: Iman yang Kuat, Jiwa yang Sehat
Maria menutup sesi dengan menegaskan bahwa perjalanan iman tidak bisa dipisahkan dari kesehatan mental. Dengan memahami diri sebagai peziarah, seseorang akan lebih siap menghadapi perubahan dan tantangan dalam hidup.
“Ketika seseorang menyadari bahwa hidup adalah perjalanan spiritual, ia akan lebih teguh dalam menghadapi badai kehidupan. Dengan demikian, mereka tidak mudah goyah saat menghadapi situasi sulit,” ungkapnya.
Kegiatan ini mendapat sambutan hangat dari para peserta yang merasa mendapatkan perspektif baru dalam memahami iman dan kesehatan mental. Diharapkan, melalui pemahaman ini, Orang Muda Katolik dapat semakin bertumbuh dalam keimanan yang matang serta keseimbangan emosional yang lebih baik. ***