Kemenko PMK dan Plan Indonesia Evaluasi Stranas PPA, Soroti Efektivitas Penurunan Angka Perkawinan Anak

oleh -258 Dilihat

Suarantt.id, Jakarta-Perkawinan anak masih menjadi tantangan serius yang mengancam pemenuhan hak dan masa depan anak-anak di Indonesia. Untuk mendukung penghapusan perkawinan anak, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) bersama Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) menggelar dialog kebijakan dan diseminasi laporan bertajuk “Evaluasi atas Implementasi Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) dan Peraturan Mahkamah Agung (PerMA) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin di Wilayah Kerja Plan Indonesia dan Peran Sahabat Pengadilan dalam Mencegah Perkawinan Anak”.

Evaluasi ini mencakup lima lokasi, yaitu Sukabumi (Jawa Barat), Lombok Barat, Lombok Utara, Mataram (Nusa Tenggara Barat), serta Lembata dan Nagekeo (Nusa Tenggara Timur). Kegiatan ini juga melibatkan peserta dari program Gema Cita, Bloom, Let’s Talk, dan Yes I Do yang diinisiasi Plan Indonesia untuk mencegah perkawinan anak.

Temuan Kunci Evaluasi
Beberapa temuan penting yang disampaikan dalam laporan evaluasi tersebut antara lain:

  1. Rendahnya Partisipasi Pendidikan Korban Perkawinan Anak:
    Meskipun pemerintah telah menyediakan program Sekolah Terbuka dan Kejar Paket, partisipasi korban perkawinan anak dalam melanjutkan pendidikan tetap rendah. Faktor penyebabnya meliputi stigma sosial, rendahnya dukungan keluarga, serta keengganan anak untuk keluar rumah.
  2. Kurangnya Pencatatan Kasus Perkawinan Anak:
    Monitoring dan evaluasi kebijakan menjadi sulit akibat minimnya pencatatan kasus perkawinan anak, baik melalui dispensasi pernikahan maupun secara informal.
  3. Penilaian Subjektif dalam Dispensasi Kawin:
    Pemberian dispensasi kawin sering kali didasarkan pada pertimbangan subjektif tanpa mempertimbangkan kematangan psikologis anak. Evaluasi merekomendasikan sertifikasi hakim anak untuk meningkatkan kualitas keputusan.
  4. Minimnya Pemahaman Tokoh Masyarakat dan Aparat Kepolisian:
    Tokoh agama dan adat kerap berfokus pada fiqih pernikahan tanpa mempertimbangkan hukum positif. Sementara itu, personel kepolisian yang memahami perspektif perlindungan perempuan dan anak masih terbatas.
  5. Keterbatasan Anggaran:
    Program edukasi kesehatan reproduksi dan perlindungan anak sering terhenti karena keterbatasan anggaran. Dukungan anggaran yang berkelanjutan sangat diperlukan.
BACA JUGA:  Meriahkan Hardiknas 2025, Disdikbud NTT Gelar Aneka Lomba Libatkan Ribuan Peserta

Upaya Bersama untuk Penghapusan Perkawinan Anak


Deputi Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum, menyatakan bahwa meskipun regulasi seperti UU, Perpres, dan PerMA telah tersedia, tantangan masih ada pada implementasi.

“Meskipun data menunjukkan tren penurunan perkawinan anak secara nasional, ada provinsi yang justru mengalami peningkatan kasus. Evaluasi strategi nasional dan regulasi perlu terus dilakukan agar kebijakan yang diterapkan tetap relevan dan efektif,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Plan Indonesia, Dini Widiastuti, menambahkan bahwa laporan evaluasi ini mendorong revisi kebijakan untuk mempersempit celah dispensasi kawin, meningkatkan efektivitas program edukasi, serta memperluas akses informasi dan layanan kesehatan reproduksi bagi kaum muda.

Peran Inisiatif Lokal dalam Pencegahan Perkawinan Anak


Salah satu inisiatif yang disorot dalam acara tersebut adalah program Gema Cita yang telah diimplementasikan sejak Januari 2022 di Sukabumi, Lombok Barat, dan Nagekeo. Program Sahabat Pengadilan bekerja sama dengan Pengadilan Agama Giri Menang di Lombok Barat menjadi wadah bagi anak untuk menyuarakan pendapat mereka dalam pencegahan perkawinan anak.

Fira, perwakilan Kaum Muda Gema Cita, menyampaikan rekomendasi, termasuk mempertahankan pendekatan “Dari Anak, Oleh Anak, dan Untuk Anak”, memberikan edukasi berkelanjutan kepada anak, orang tua, dan masyarakat, serta menerapkan pendekatan berbasis budaya yang melibatkan tokoh agama dan adat.

Melalui kolaborasi dan evaluasi yang berkelanjutan, Kemenko PMK dan Plan Indonesia berharap dapat memperkuat kebijakan dan implementasi program yang efektif untuk menghapuskan praktik perkawinan anak di Indonesia. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.