Kisah Perjuangan Masyarakat Nagekeo Mendapatkan Akses Air Bersih

oleh -134 Dilihat
Perjuangan Masyarakat Nagekeo Mendapatkan Akses Air Bersih. (Foto Istimewa)

Suarantt.id, Mbay-Di sebuah kampung terpencil di Nagekeo, Nusa Tenggara Timur, masyarakat bergantung pada mata air tersembunyi yang mereka sebut sebagai pela. Setiap pagi, sekitar pukul 05.00 hingga 05.30 WITA, anak-anak harus menempuh perjalanan sulit melewati bukit terjal dan licin demi mendapatkan air bersih sebelum berangkat ke sekolah.

Selain medan yang sulit, masyarakat juga dihantui mitos tentang penghuni gaib yang diyakini dapat menyesatkan mereka yang pergi sendirian. Sosok misterius ata dora disebut-sebut akan menculik siapa saja yang berjalan sendiri ke mata air. Meski begitu, tidak ada pilihan lain bagi mereka selain tetap mengambil air setiap hari.

Bertahan dengan Mata Air Pela

Seperti yang dialami Mama Reta (49) dan anaknya, Eci (14). Suatu pagi, Eci kembali ke rumah dengan wajah pucat dan napas tersengal. “Satu pagi, Eci pergi duluan ke kali untuk mandi dan menimba air, tapi dia pulang cepat sekali. Saya tanya dia kenapa? Dia takut karena di kali belum ada orang,” kenang Mama Reta.

Bagi anak-anak seperti Eci, mengambil air adalah rutinitas melelahkan yang mereka jalani dengan penuh ketekunan. “Kami pulang mendaki. Kalau capek, kami istirahat dulu, baru jalan lagi. Sampai di rumah, siap-siap, baru ke sekolah. Kadang terlambat. Kalau terlambat, dihukum disuruh berlutut,” ujar Eci.

Di sekolah, akses air pun terbatas. Air yang mereka bawa dari rumah digunakan untuk mencuci tangan, membasuh wajah, hingga menyiram toilet. Jika air habis, guru dan murid harus bekerja sama menimba air dari mata air terdekat.

Upaya Bersama Hadirkan Akses Air Bersih

Nusa Tenggara Timur menghadapi krisis air bersih setiap tahun akibat iklim tropis kering. Musim kemarau yang panjang dan curah hujan yang rendah memperparah kondisi ini, memaksa masyarakat untuk menempuh perjalanan jauh demi mendapatkan air.

BACA JUGA:  Pemuda Kristen Kota Kupang Diminta Jadi Teladan dan Agen Perubahan

Sebelumnya, masyarakat telah mencoba membangun jaringan pipa dan bak penampungan secara swadaya. Namun, karena kurangnya perencanaan dan perawatan, usaha ini tidak bertahan lama. “Waktu itu sekitar tahun 2002, yang pasang pipa juga orang kami sendiri, sehingga putarnya jauh sekali. Air juga cepat kering. Akhirnya, air ini juga selesai, tidak sampai tiga bulan,” terang Sevrin (32), kepala dusun setempat.

Melihat kondisi ini, Yayasan Plan International Indonesia melalui Programme Implementation Area (PIA) Nagekeo berupaya menghadirkan solusi jangka panjang untuk akses air bersih. Namun, tantangan teknis, seperti kebutuhan daya listrik yang besar untuk mengangkat air ke kampung, menjadi hambatan utama. “Setelah rekayasa teknik dan uji coba, ternyata kita butuh daya sebesar 10.600 watt agar pompa bisa mengangkat air ke reservoar penampung,” ungkap Kosmin (48), staf Plan Indonesia di Nagekeo.

Kendala teknis ini memicu keraguan di kalangan masyarakat yang masih percaya pada mitos setempat. Partisipasi warga pun menurun. Untuk mengatasi hal ini, tim lapangan Plan Indonesia melakukan advokasi dan membangkitkan kembali semangat gotong royong. Akhirnya, setelah berbagai upaya, pompa hidran berhasil diaktifkan dan air bersih pun mengalir ke kampung.

Akses Air Bersih Semakin Dekat

Sejak saat itu, kampung-kampung kecil di Nagekeo mencatat sejarah baru. Hidran umum yang tersebar di seluruh kampung mulai berfungsi, mendistribusikan air bersih bagi seluruh warga. Kini, jarak dari rumah ke hidran umum hanya sekitar 5 hingga 20 meter.

Masyarakat juga membentuk Badan Pengelola Air Minum Desa yang masih mendapat pendampingan dari Plan Indonesia. “Sekarang, air ada di dekat rumah. Anak-anak mandi ke sekolah tidak jauh di kali lagi. Terima kasih, ini dulu kami kira tidak akan pernah bisa, sekarang sudah ada,” ujar Mama Reta.

BACA JUGA:  Wali Kota dan Wawali Kota Kupang jadi Magnet bagi Warga di Arena Pesta Rakyat Syukuran Pelantikan Gubernur NTT

Eci pun merasakan perubahan besar dalam hidupnya. “Kami sudah tidak ambil air di kali lagi, jadi pagi saya suka bantu mama masak dulu, baru saya mandi dan siap-siap ke sekolah. Tidak terlambat lagi, dan guru juga tidak suruh kami bawa air ke sekolah lagi,” katanya dengan senyum bahagia. ***


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.