Suarantt.id, Kupang-Kisah menyedihkan datang dari SMAN 6 Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Seorang siswa mengaku dilarang mengikuti Ujian Akhir Sekolah lantaran belum melunasi uang sekolah. Ia bahkan tidak diizinkan masuk ke dalam ruangan ujian karena tidak memiliki kartu ujian.
“Iya, saya dilarang masuk karena tidak punya kartu ujian,” ujar siswa yang enggan disebutkan namanya saat ditemui media ini, Selasa (22/4/2025).
Menurutnya, sebelum libur Paskah, ia sempat diberikan kesempatan untuk mengikuti ujian selama satu hari. Namun, setelahnya, wali kelas mengambil kembali kartu ujiannya.
“Sebelum Paskah kami ujian satu hari, hari ini saya dilarang masuk. Tadi saya ke sekolah tapi disuruh pulang, jadi saya mau minta uang ke orang tua,” ujarnya dengan nada lirih.
Siswa tersebut mengaku menunggak pembayaran SPP selama dua bulan. Kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan membuatnya kesulitan untuk melunasi tunggakan.
“Bapak saya buruh bangunan, tapi umurnya sudah 62 tahun, jadi sudah sulit dapat pekerjaan,” ujarnya.
Peristiwa ini memantik keprihatinan publik, mengingat pendidikan adalah hak dasar setiap anak bangsa. Tidak diikutsertakannya siswa dalam ujian akhir dapat berimbas fatal terhadap kelulusan dan masa depan mereka.
Di tengah kesedihan tersebut, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT, Ambrosius Kodo, angkat bicara. Ia menyatakan telah mengecek langsung kepada Kepala Sekolah SMAN 6 Kupang terkait isu ini.
“Saya sudah cek ke Kepsek, tidak ada siswa yang diperlakukan seperti itu. Tolong beritahu narasumber berita itu, supaya saya bisa cek,” kata Ambrosius singkat.
Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi dan penggunaan dana BOS yang dialokasikan untuk membantu siswa dari keluarga kurang mampu. Apakah dana tersebut sudah tepat sasaran? Mengapa masih ada siswa yang terpaksa pulang karena tak mampu bayar SPP? ***





