Kejati NTT Hentikan Penuntutan Tujuh Perkara Penganiayaan melalui Restorative Justice

oleh -104 Dilihat
Kajati Bersama Wakajati NTT Ikuti Acara Ekspos Penganiayaan secara Virtual. (Foto Humas Kejati NTT)

Suarantt.id, Kupang-Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) kembali menggelar ekspose penghentian penuntutan berdasarkan mekanisme Restorative Justice (RJ) pada Kamis (20/3/25). Acara yang berlangsung secara virtual di Ruang Restorative Justice Kejati NTT ini dipimpin langsung oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, S.H., M.Hum.

Dalam ekspose tersebut, Kejati NTT mengajukan penghentian penuntutan terhadap tujuh perkara penganiayaan ringan yang melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP. Seluruh perkara ini dinyatakan memenuhi syarat untuk diselesaikan melalui pendekatan Restorative Justice, mengingat tersangka dan korban telah mencapai perdamaian serta tidak ada dendam di antara kedua belah pihak.

Tujuh Perkara yang Dihentikan

Tujuh perkara penganiayaan ringan yang dihentikan melalui mekanisme Restorative Justice ini berasal dari beberapa Kejaksaan Negeri (Kejari) di NTT, yaitu:

  • Kejaksaan Negeri Sikka (3 perkara):
    1. Tersangka Aloysius Reku alias Alo
    2. Tersangka Martha Mbu alias Martha
    3. Tersangka Margaretha Pela alias Mareta
  • Kejaksaan Negeri Sumba Timur (1 perkara):
    • Tersangka Mangutu Wandir alias Bapa Son alias Mandur
  • Kejaksaan Negeri Ende (2 perkara):
    1. Tersangka Aldianus Joseph Kapa alias Aldi
    2. Tersangka Albinus Kanosa Wangge alias Aldo, Nabil Saputra Hutu alias Nabil, dan Aldianus Joseph Kapa alias Aldi (dalam satu berkas perkara)
  • Kejaksaan Negeri Flores Timur (1 perkara):
    • Tersangka Abdulah Yunus alias Dulah

Setiap perkara ini melibatkan konflik pribadi yang berujung pada penganiayaan ringan. Namun, seluruh tersangka telah menyampaikan permohonan maaf kepada korban dan keluarga korban, sementara para korban telah memberikan pernyataan resmi untuk memaafkan dan menyetujui penyelesaian perkara secara damai.

Dasar Penghentian Penuntutan

Keputusan untuk menghentikan penuntutan ini diambil setelah memenuhi sejumlah pertimbangan, antara lain:

  • Para tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
  • Ancaman pidana terhadap mereka tidak lebih dari lima tahun.
  • Perdamaian telah tercapai antara tersangka dan korban.
  • Tersangka dan korban memiliki hubungan keluarga atau sosial yang dekat.
  • Tidak ada dendam antara kedua belah pihak, dan mereka telah kembali hidup berdampingan.
  • Masyarakat memberikan respons positif terhadap penyelesaian ini.
  • Tersangka memiliki perilaku baik dan aktif dalam kegiatan sosial.
BACA JUGA:  Kejati NTT Tetapkan Tersangka Baru Kasus Korupsi Penyertaan Modal PT Jamkrida: Komisaris Utama PT Naradha Aset Manajemen Ditahan

Sebagai bentuk pertanggungjawaban moral, para tersangka juga diwajibkan untuk melakukan kerja sosial, seperti membersihkan tempat ibadah dan balai desa.

Pernyataan Jaksa Agung Muda dan Kajati NTT

Dalam sambutannya, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menegaskan bahwa penerapan Restorative Justice bukan hanya sebatas penghentian perkara, tetapi juga upaya memulihkan keadilan bagi korban dan pelaku.

Keadilan tidak hanya diukur dari penegakan hukum yang kaku, tetapi juga dari solusi yang memberikan manfaat bagi semua pihak, terutama korban,” ujarnya.

Ia juga memberikan apresiasi kepada Kejati NTT yang secara konsisten menerapkan keadilan restoratif dengan profesionalisme tinggi.

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Tinggi NTT, Zet Tadung Allo, S.H., M.H., menegaskan bahwa pendekatan Restorative Justice di NTT dilakukan dengan selektif dan akuntabel.

Kami memastikan bahwa setiap perkara yang dihentikan benar-benar telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Kejaksaan Agung dan tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat,” kata Zet Tadung Allo.

Restorative Justice: Solusi Humanis dalam Penegakan Hukum

Pendekatan Restorative Justice menjadi solusi alternatif dalam penyelesaian perkara pidana yang berfokus pada perdamaian, rehabilitasi sosial, dan pemulihan hubungan antara pelaku dan korban. Hingga akhir Maret 2025, Kejati NTT telah menyelesaikan 23 perkara melalui mekanisme ini.

Kejaksaan Tinggi NTT berkomitmen untuk terus mengimplementasikan pendekatan ini guna mewujudkan keadilan yang lebih humanis, transparan, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.